TERMODINAMIKA's WORLD

Blog ini dibangun untuk memenuhi salah satu proyek matakuliah Termodinamika dengan Dosen Pengampu Bapak Apit Fathurohman, S. Pd., M. Si (WAJIB)

Minggu, 08 Februari 2015

Hukum Ke Nol Termodinamika

Hukum Ke Nol Termodinamika

1. Sejarah Hukum Ke Nol
Abad ke-5 SM, seorang filsuf Yunani Parmenides menulis sebuah puisi konvensional yang berjudul “On Nature”, beliau menggunakan penalaran verbal untuk mengungkapkan bahwa kekosongan, pada dasarnya apa yang sekarang kita kenal sebagai vakum di alam ini ternyata tidak bisa terjadi. Pandangan tersebut didukung oleh Aristoteles. Aristoteles (350 SM) merupakan orang yang pertama kali melakukan percobaan tentang panas. Dia mengatakan bahwa panas merupakan bagian dari materi atau dengan kata lain materi tersusun dari panas dan pada tahun 1593, penalaran Aristoteles diteruskan oleh seorang bernama Galileo Galilei. Dia menganggap bahwa panas adalah sesuatu yang dapat diukur, melalui penemuannya berupa termometer air.
Beberapa tahun kemudian setelah Galileo Galilei meneruskan penalaran Aristoteles, tepatnya pada tahun 1799 dua Ilmuwan bernama Sir Humphrey Davy dan Count Rumford menegaskan bahwa panas adalah sesuatu yang mengalir. Pernyataan tersebut mendukung prinsip kerja termometer yang ditemukan oleh Galileo Galilei namun membantah pernyataan Aristoteles yang menyatakan bahwa panas merupakan bagian dari materi atau dengan kata lain materi tersusun dari panas. Saat itu seharusnya dirumuskan hukum ke-nol termodinamika, akan tetapi karena pada saat itu termodinamika belum berkembang sebagai ilmu maka para tidak terpikirkan oleh para ilmuwan untuk merumuskan hukum ke-nol dengan pernyataannya:
“dua sistem dalam keadaan yang setimbang dengan sistem ketiga, maka ketiganya dalam saling setimbang satu dengan lainnya”.
Beberapa tahun sebelum Sir Humphrey Davy dan Count Rumford menegaskan bahwa panas adalah sesuatu yang mengalir, tepatnya pada tahun 1778 seorang ilmuwan bernama Thomas Alfa Edison memeperkenalkan sebuah mesin uap pertama yang mengkonvensi panas menjadi kerja mekanik. Kemudian pada tahun 1824, ilmuwan bernama Sadi Carnot berupaya untuk menemukan hubungan antara panas yang digunakan dan kerja mekanik yang dihasilkannya.
Hasil pemikiran Carnot merupakan titik awal perkembangan ilmu termodinamika klasik. Carnot dianggap sebagai Bapak Termodinamika, dia mempublikasikan refleksi pada kekuatan motif api, wacana pada efisiensi panas, kekuatan, energi dan mesin. Makalah tersebut menguraikan hubungan energik dasar antara mesin Carnot, siklus Carnot, dan kekuatan motif. Hal ini menjadi tanda bahwa termodinamika sebagai ilmu pengetahuan modern telah dimulai.
Tahun 1845, 67 tahun setelah Thomas Alfa Edison memperkenalkan mesin uapnya, James P.Joule menyimpulkan bahwa panas dan kerja merupakan dua bentuk energi yang satusama lainnya dapat dikonversi. Kesimpulan Joule didukung oleh ilmuwan-ilmuwan lainnya seperti rudolf Clausius, Lord Kelvin (William Thompson), Helmhozt, dan Robert Mayer, kemudian selanjutnya para ilmuwan ini  merumuskan hukum pertama termodinamika pada tahun 1850. Setahun sebelumnya, ternyata Lord Kelvin telah memperkenalkan istilah termodinamika melalui makalahnya yang berjudul: An Account of Carnot’s Theory of the Motive Power of Heat. Sedangkan buku tentang termodinamika pertama ditulis oleh William Rankine pada tahun 1859. Pernyataan hukum pertama termodinamika yang dirumuskan oleh para ilmuwan tadi adalah:
“perubahan energi dalam dari suatu sistem termodinamika tertutup sama dengan total dari jumlah energi panas yang disuplai ke dalam sistem dan kerja yang dilakukan terhadap system”.
Secara matematis, pernyataan tersebut dapat diungkapkan dengan persamaan:
∆U = Q + W
Setelah Lord Kelvin dan Planck mempelajari mesin carnot, kemudian menyimpulkan bahwa pada suatu mesin siklik tidaklah mungkin kalor yang diterima mesin itu akan diubah semuanya menjadi kerja, tetapi akan selalu ada kalor yang dibuang oleh mesin. Hal ini terjadi akibat sifat sebuah sistem yang selalu menuju ketidakteraturan, entropi (S) meningkat. Pada saat itu tepatnya pada tahun 1860 hukum kedua termodinamika diperkenalkan. Menurut Clausius, dia menyatakan bahwa besarnya perubahan entropi yang dialami oleh suatu sistem ketika sistem tersebut mendapatkan tambahan kalor (Q) pada temperatur atau suhu konstan dapat dinyatakan melalui pernyataan yang dikenal sebagai hukum kedua termodinamika yang berbunyi:
“total entropi dari suatu sistem termodinamika terisolasi cenderung untuk meningkat seiring dengan meningkatnya waktu, mendekati nilai maksimumnya”.
Artinya, kalor dapat mengalir secara alami dari benda yang panas ke benda yang dingin, sebaliknya kalor tidak akan mengalir secara spontan dari benda dingin ke benda panas.
Tahun 1873-1876, seorang ilmuwan matematika yang merupakan fisikawan Amerika bernama Josiah Williard Gibbs menerbitkan tiga makalah, dimana salah satu makalahnya yang paling terkenal adalah pada kesetimbangan substansi heterogen. Pada makalah itu ia menunjukan bagaimana proses termodinamika, termasuk didalamnya adalah reaksi kimia yang dapat dianalisis melalui grafis dengan mempelajari energi, entropi, volume, suhu dan tekanan dari sistem termodinamika sedemikian rupa.
Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1885 Boltzman menyatakan bahwa energi dalam dan entropi merupakan besaran yang menyatakan keadaan mikroskopis sistem. Pernyataan tersebut menjadi awal perkembangan termodinamika statistik yang merupakan pendekatan secara mikroskopis tentang sifat termodinamis suatu zat berdasarkan perilaku kumpulan partikel-partikel sebagai penyusunnya.
Pada tahun 1906, Giauque dan W. Nernst merumuskan hukum ketiga termodinamika. Pernyataan hukum ketiga tersebut adalah:
“pada saat suatu sistem mencapai temperatur nol absolut, maka semua proses yang terjadi dalam sistem tersebut akan berhenti dan entropi sistem akan mendekati nilai minimum”.


Awal abad ke-20, munculah termodinamika statistik yang juga disebut sebagai mekanika statistik. Kemunculan tersebut ditandai dengan perkembangan teori atom dan molekuk pada paruh kedua abad ke-19 yang kemudian melengkapi termodinamika dengan menginterpretasikan interaksi mikroskopis antara partikel individu atau kuantum mekanis. Bidang ini menghubungkan sifat mikroskopis atom dan molekul individu dengan sifat makroskopisnya adalah sebagian besar bahan-bahan yang dapat diamati pada skla manusia, sehingga menjelaskan bahwa termodinamika merupakan akibat alami dari statistik, mekanika klasik, dan teori kuantum pada tingkat mikroskopis.
2. Bunyi Hukum Ke Nol Termodinamika
Hukum ke 0 termodinamika berbunyi : ” Jika 2 buah benda berada dalam kondisi kesetimbangan termal dengan benda yang ke 3, maka ketiga benda tersebut berada dalam kesetimbangan termal satu dengan lainnya” . Untuk lebih memahami tentang isi hukum ke 0 termodinamika, maka bunyi hukum ini dapat ditulis ulang dengan kata-kata yang lebih sederhana yaitu  Jika benda A mempunyai temperatur yang sama dengan benda B dan benda B mempunyai temperatur yang sama dengan benda C maka temperatur benda A akan sama dengan temperatur benda C atau disebut ketiga benda (benda A, B dan C) berada dalam kondisi kesetimbangan termal.
kesetimbangan termal 
3. Aplikasi Hukum Ke Nol dalam kehidupan sehari-hari

  aplikasi hukum ke nol termodinamika dapat dilihat pada pembangkit listrik tenaga air, pembangkit listrik tenaga nuklir, motor bakar , dan masih banyak lagi. kali ini akan membahas pembangkit listrik tenaga nuklir dalam hukum ke nol termodinamika.
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) adalah stasiun pembangkit listrik thermal di mana panas yang dihasilkan diperoleh dari satu atau lebihreaktor nuklir pembangkit listrik.
PLTN termasuk dalam pembangkit daya base load, yang dapat bekerja dengan baik ketika daya keluarannya konstan (meskipun boiling water reactor dapat turun hingga setengah dayanya ketika malam hari). Daya yang dibangkitkan per unit pembangkit berkisar dari 40 MWe hingga 1000 MWe. Unit baru yang sedang dibangun pada tahun 2005 mempunyai daya 600-1200 MWe.
Hingga saat ini, terdapat 442 PLTN berlisensi di dunia dengan 441 diantaranya beroperasi di 31 negara yang berbeda. Keseluruhan reaktor tersebut menyuplai 17% daya listrik dunia.

Pada dasarnya prinsip kerja Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir atauPLTN sama halnya dengan Pembangkit Listrik Konvensional. Dalam proses kerjanya, air akan diuapkan dalam suatu wadah (ketel) dengan melalui pembakaran. Dalam pembakaran tersebut akan menghasilkan uap yang akan dialirkan ke dalam turbin yang akan bergerak jika terdapat tekanan uap. Dalam proses tersebut turbin akan bergerak. Bergeraknya turbin ini berfungsi untuk menggerakkan generator yang akan menghasilkan energi listrik. Jika dalam Pembangkit Listrik Konvensional, bedanya yaitu bahan bakarnya dalam menghasilkan uap panas, yaitu dengan minyak, gas, atau batubara.
prinsip kerja pembangkit listrik tenaga nuklirProses dari pembakaran bahan bakar tersebut akan menghasilkan gas Karbon Dioksida atau CO2, Sulfur Dioksida SO2 dan juga Nitrogen Dioksida atau disebut juga Nox, selain itu pembakaran tersebut menghasilkan debu yang mengandung kadar logam berat. Sisa-sisa pembakaran tersebut di atas akan menjadi gas emisi ke udara dan berpotensi besar terhadap pencemaran lingkungan. Beberapa pencemaran lingkungan tersebut yaitu hujan asam dan pemanasan global (Global Warming).
Sedangkan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir, panas yang dipakai dihasilkan dari proses reaksi pembelahan inti Uranium di dalam reaktor nuklir. Sebagai bahan pemindah panas tersebut digunakanlah air yang secara terus-menerus disirkulasikan selama proses. Bahan bakar yang digunakan untuk pembakaran ini, yang menggunakan Uranium tersebut tidak melepaskan partikel-partikel seperti Nox, CO2, ataupun SO2, serta tidak mengeluarkan partikel debu yang mengandung logam berar. Sehingga Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir adalah pembangkit yang sangat ramah lingkungan. Di Indonesia juga berencana akan menggunakan pembangkit listrik jenis ini. Baca selengkapnya di Pembangunan PLTN di Indonesia.

2 komentar:

  1. Waaaa,,,, Blog begitu bermanfaat bagi saya,, terima kasih atas infonya. semoga dapat dikembangkan lagi.

    BalasHapus
  2. terima kasih atas sarannya, saudara Ricky Azrofi Samara

    BalasHapus